Jumat, 08 Februari 2008

Sudahkah kita Mencintai Rasulullah?

Hadirin, Ma’asyiral Muslimin Saudaraku sidang Jum’ah yang dimulyakan Allah
Pada hari ini Hari Jum’ah. Hari yang dimulyakan Allah swt. Allah memilih hari ini sebagai hari raya tiap pekan bagi ummat Islam yang mulia dan paling utama jiika dibandingkan dengan ummat yang pernah ada di muka bumi ini. Pada hari ini juga kita berada dalam Bulan Rabiul Awwal, bulan dimana Rasulullah SAW dilahirkan ke muka bumi ini. Kita tahu Muhammad adalah kekasih Allah swt. tanpa beliau, tidak akan diciptakan alam semesta yang fana ini.
Hadirin, Ma’asyiral Muslimin Saudaraku sidang Jum’ah yang dimulyakan Allah
Secara fitrah dalam diri manusia, ingin dicintai dan mencintai seseorang yang dikaguminya. Ketika manusia tidak mendapatkan cintanya, maka mereka mencari siapa saja yang bisa menyalurkan rasa cinta itu. Hal ini terjadi juga pada manusia moderen.
Lihatlah, orang yang mencintai Madonna, Lional Ritchie, ketika bertemu dengannya. Mereka akan meneriakkan namanya, bahkan menjerit dan manangis. Mereka yang datang begitu banyak untuk menyentuh, menatap secara langsung. Itu semua disebabkan karena kerinduan seseorang untuk mencintai seseorang. Dan bukan tidak mungkin pula bahwa yang datang adalah kaum Muslimin yang sudah kehilangan kecintaan mereka terhadap Rasulullah, akibat berbagai rekayasa sosial.
Lihatlah, kesebelasan kebanggan arek Malang AREMA misalnya, begitu dicintainya. Ke Jakarta pun mereka akan ngebelain. Mereka mengorbankan waktu, tenaga, biaya yang tidak kecil. Sampai-sampai tidur di emperan toko dan makan seadanya.
Hadirin, Saudaraku sidang Jum’ah yang berbahagia
Sebagaimana tanaman, cinta memerlukan siraman supaya tumbuh subur. Kalau tidak disiram, maka tumbuhan itu akan layu. Karena itu kita menghidupkan kembali pohon kecintaan kita kepada Rasulullah supaya menakjubkan orang yang menanamnya. Salah satu bukti cinta ialah kenikmatan menyebut nama orang yang dicintai, dikasihi. Kepada Nabi Muhammad saw adalah membaca shalawat. Ketika menyebut atau mendengar orang yang menyebut nama kekasih kita, hati kita bergetar. Ada kenikmatan dalam mengulang-ulang namanya. Seperti itulah orang yang mencintai Rasulullah seharusnya.
Setelah Nabi yang mulya meninggal dunia, Bilal tidak mau mengumandangkan adzan. Akhirnya setelah didesak banyak orang -- termasuk Sayyidah Fatimah as -- Bilal mulai mau adzan. Ketika sampai kata “ Wasyhaduanna Muhammadan...”, ia berhenti. Suaranya tersekat ditenggorokan. Ia menangis keras. Nama “Muhammad” kekasih yang baru saja dipanggil ke Rabbul izzati, menggetarkan jantung Bilal. Bilal berhenti adzan hanya karena nama itu mengingatkan dia kepada kehilangan besar yang bukan saja memukul Bilal, tapi seluruh kaum muslimin.
Pada zaman permulaan Islam, suatu hari Abu Bakar RA. berbicara di hadapan orang-orang kafir di Masjidil Haram. Ia dipukuli dan diinjak-injak sampai tidak sadar dan hampir mati. Banu Taim membawa ke rumahnya. Menjelang malam hari, Abu bakar membuka kelopak matanya dan mulai sanggup berbicara. Dan apakah kalimat pertama yang diucapkan oleh Abu bakar setelah ia pingsan sejak lama. Abu bakar berkata,”Bagaimana keadaan Rasulullah?,” Ia sama sekali tidak memperhatikan penderitannya sendiri.
Hadirin, Saudaraku sidang Jum’ah yang berbahagia
Marilah kita lihat, apa yang menyebabkan Rasulullah dicintai sahabat-sahabatnya. Kecintaan mereka bukan hanya karena iman saja, tetapi kecintaan mereka karena Rasulullah memperlakukan mereka dengan baik.
Dalam min akhlaqin Nabiy kita membaca contoh perhatian Rasulullah kepada orang lain yang mengharukan. Dalam suatu pertemuan, Jabir bin Abdillah al-Bajali tidak kebagian tempat duduk. Rasulullah membuka gamisnya, melipatnya dan memberikannya kepada Al-Bajali, seraya berkata,”Gunakanlah ini sebagai tempat dudukmu.” Al-Bajali mengambil gamis itu, menciumnya dengan lembut, dan menangis, “Ya Rasulallah, beginikah caranya engkau menghormati sahabatmu?
Hadirin, Saudaraku sidang Jum’ah yang berbahagia
Marilah kita lihat satu contoh lagi, bagaimana akhlak Rasulullah terhadap seorang pengemis Yahudi yang buta. Di sudut pasar Madinah Al-Munawwarah terdapat seorang Yahudi yang buta. Hari demi hari apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata, “Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya.”
Setiap pagi Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu waupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhamnmad.
Rasulullah melakukannya hingga menjelang beliau wafat. Setelah beliau wafat tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi yang buta itu.
Suatu hari Abu Bakar RA berkunjung ke rumah putrinya Aisyah RA. Beliau bertanya,” Anakku adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan?”
Aisyah menjawab,”Wahai ayah engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja.” “Apakah itu?” Tanya Abu Bakar RA.
“Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi yang buta yang berada di sana,” kata Aisyah. Keesokan harinya Abu Bakar pergi ke Pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada pengemis itu. Abu bakar menadatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abu Bakar RA mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak,”Siapakah kamu?”
Abu bakar menjawab, Aku orang yang biasanya datang kepadamu.”
“Bukan! Engkau bukan orang yang biasanya datang kepadaku,” Jawab si pengemis buta itu. “Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasanya mendatangiku itu selalu menyuapiku, tetapi lebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu ia berikan kepadaku,” pengemis itu melanjutkan ceritnya.
Abu Bakar ridak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu,”Akumemang bukan orang yang biasa datang kepadamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia yang setiap hari memberi engkau makan itu telah tiada. Ia adalah Rasulullah Muhammad SAW.
Setelah pengemis itu mendengar cerita Abu Bakar, ia pun menangis dan kemudian berkata,”Benarkah demikian? Selama ini aku menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia...”
Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersayahadat di hadapan Abu bakar RA.
Hadirin, Saudaraku sidang Jum’ah yang berbahagia
Sampai hari ini kita masih mengenal dengan Bunda Teresa, Dalai lama, kita kenal dengan group Band Radja, Dewa, kenal dengan para penyanyinya, hafal pula di luar kepala lagu-lagunya. Tetapi kenalkah kita dengan kekasih kita Muhammad SAW, hafalkah kita dengan sayir-syair sanjungan untuk beliau. Meskipun beliau tidak pernah minta disanjung.
Peringatan Maulid Rasulullah saw. yang semula dimaksudkan untuk membangkitkan kembali kecintaan kita kepada Rasulullah ini berkembang perlahan-lahan menjadi sangat kering. Dahulu, sebenarnya orang-orang tua kita sudah meninggalkan warisan tentang bagaimana cara mencintai Rasulullah dengan cara-cara yang mereka rumuskan. Bagaimana shalawat selalu menyertai tahap-tahap kehidupan manusia Muslim Indonesia. Ketika seorang anak manusia dilahirkan, dikhitan, dan ketika dinikahkan.
Ketika seorang anak lahir, diadakanlah aqiqah yang didalamnya dibacakan shalawat kepada Rasulullah SAW. Disamping itu, ketika kita lahir,kita dilkelilingkan kepada orang-orang yang hadir pada resepsi aqiqah, dan pada telinga kita diperdengarkan alunan shalawat dan salam dari orang di sekitar kita.
Itu menunjukkan bahwa cara yang dilakukan orang tua dahulu untuk mengghidupkan kecintaan kepada rasulullah di hati kita sudah dibiasakan di setiap tahap kehidupan kita. Tetapi sayang, dalam perkembangan zaman, tradisi ini ditinggalkan orang.
Hadirin, Saudaraku sidang Jum’ah yang berbahagia
Maka dari itu, setelah jumatan ini marilah kita kembali merenungkan betapa Rasulullah begitu mulya. Mempelajari sirah, sejarah hidup, dan membacakan shalawat untuk beliau. Kita bisa meneladani jiwa kebesaran Rasulullah. Hanya Syafaatul ‘Udzma (pertolongan yang agung yang hanya kita harapkan pada hari Qiamat) Sehingga getar kerinduan akan hidup dan kehiduapan yang indah terasa dalam relung-relung keluarga dan masyarakat kita.
Mudah-mudahan khotbah ini bermanfaat dan memberikan siraman kerinduan untuk mengingat kembali Rasulullah yang begitu mulya. Amiin

(Materi khotbah ini pernah saya sampaikan di Masjid Al-Hidayah, Diknas Kota Malang tahun 2007) sebagian kami cuplik dari Renungan-renungan Sufistik karya Kang Jalaluddin Rakhmat. Salam kenal kang Jalal...

Tidak ada komentar: